SIAPAPUN tentu sepakat bahwa seks adalah sebuah aktivitas yang sangat menyenangkan sekaligus menyehatkan. Telah banyak bukti ilimah dan hasil penelitian yang mengungkap bahwa seks bila dilakukan secara benar dan teratur berfaedah bagi kesehatan, seperti meredakan stres dan membakar kalori atau lemak.
Namun begitu, riset tentang seks tentu takkan pernah berhenti. Para ahli tidak akan pernah puas dan masih ingin terus mengungkap misteri dibalik aktivitas seksual.
Salah satu hipotesa yang muncul dan menarik perhatian ilmuwan adalah pengaruh seks terhadap pengikisan lemak dalam tubuh. Sekelompok peneliti seperti dilaporkan majalah New Scienctist memunculkan sebuah hipotesa bahwa seks membuat seseorang menjadi lebih gemuk ketimbang membuat langsing.
Seperti dipaparkan dalam jurnal Medical Hypotheses, kelompok peneliti dari India dipimpin Ritesh Menezes berargumen bahwa yang menjadi kunci dalam bertambahnya berat ini adalah meningkatnya kadar hormon prolaktin. Hormon prolaktin memang dikenal sebagai zat yang menstimulasi atau merangsang produksi ASI pada wanita dan menimbulkan rasa kasih sayang.
Secara teori, kadar hormon ini dalam darah manusia akan meningkat setelah berhubungan seks, terutama pasca orgasme. Peningkatan prolaktin memang diyakini berkaitan dengan penambahan berat badan pada beberapa spesies, termasuk pada manusia yang menderita hiperprolaktinaemia kronik (tingginya kadar prolaktin ).
Selain itu, ada penelitian di AS yang menunjukkan para ayah yang sedang menunggu kelahiran anaknya cenderung akan mengalami kenaikan berat badan akibat meningkatnya hormon prolaktin.
Dengan mempertimbangkan berbagai observasi ini, Menezes dari Departmen Kedokteran Forensik dan Toksikologi di Kasturba Medical College, Mangalore, India, membuat hipotes bahwa "meningkatnya aktivitas seksual memiliki kemungkinan dijadikan faktor penyebab bertambahnya berat badan".
Pendapat Menezes tersebut mendapat kritik Stuart Brody, ahli dari University of the West of Skotlandia penemu teori meningkatnya hormon prolaktin setelah hubungan seksual. Ia menilai hipotesa Menezes tidak tepat alias salah alamat.
"Memang ada kaitan antara frekuensi berhubungan seksual dengan berat badan seseorang, tetapi pada arah yang berlawanan," ujar Brody.
Brody sebelumnya menggelar riset pada 120 pria dan wanita sehat. Ia menemukan bahwa mereka yang sering ngeseks seringkali lebih lansing dibanding yang jarang.
Dalam pandangan Brody, sungguh tidak tepat untuk membandingkan kondisi medis seperti hiperprolaktinaemia dengan meningkatnya hormon secara normal dalam jangka pendek.
"Sebagai analogi, ketika Anda berolahraga, rata-rata detak jantung Anda akan meningkat katakanlah 140 bit per menit. Ini baik. Jika rata-rata jantung Anda saat istirahat sudah mencapai 140 bpm, itu tampaknya bukan hal yang baik. Demikian pula, berbicara tentang olahraga, jangan lupakan nilai olahraga dari sebuah aktivitas hubungan seks," ujarnya
Jadi, apakah seks memang dapat dijadikan cara aman untuk menurunkan berat badan seperti yang diklaim sebagian orang? Atau terlalu sering melakukannya justru akan membuat kadar prolaktin tetap tinggi sehingga akan menambah berat badan? Kita tunggu saja hasil penelitian-penelitian lainnya. Media Minangkabau
Namun begitu, riset tentang seks tentu takkan pernah berhenti. Para ahli tidak akan pernah puas dan masih ingin terus mengungkap misteri dibalik aktivitas seksual.
Salah satu hipotesa yang muncul dan menarik perhatian ilmuwan adalah pengaruh seks terhadap pengikisan lemak dalam tubuh. Sekelompok peneliti seperti dilaporkan majalah New Scienctist memunculkan sebuah hipotesa bahwa seks membuat seseorang menjadi lebih gemuk ketimbang membuat langsing.
Seperti dipaparkan dalam jurnal Medical Hypotheses, kelompok peneliti dari India dipimpin Ritesh Menezes berargumen bahwa yang menjadi kunci dalam bertambahnya berat ini adalah meningkatnya kadar hormon prolaktin. Hormon prolaktin memang dikenal sebagai zat yang menstimulasi atau merangsang produksi ASI pada wanita dan menimbulkan rasa kasih sayang.
Secara teori, kadar hormon ini dalam darah manusia akan meningkat setelah berhubungan seks, terutama pasca orgasme. Peningkatan prolaktin memang diyakini berkaitan dengan penambahan berat badan pada beberapa spesies, termasuk pada manusia yang menderita hiperprolaktinaemia kronik (tingginya kadar prolaktin ).
Selain itu, ada penelitian di AS yang menunjukkan para ayah yang sedang menunggu kelahiran anaknya cenderung akan mengalami kenaikan berat badan akibat meningkatnya hormon prolaktin.
Dengan mempertimbangkan berbagai observasi ini, Menezes dari Departmen Kedokteran Forensik dan Toksikologi di Kasturba Medical College, Mangalore, India, membuat hipotes bahwa "meningkatnya aktivitas seksual memiliki kemungkinan dijadikan faktor penyebab bertambahnya berat badan".
Pendapat Menezes tersebut mendapat kritik Stuart Brody, ahli dari University of the West of Skotlandia penemu teori meningkatnya hormon prolaktin setelah hubungan seksual. Ia menilai hipotesa Menezes tidak tepat alias salah alamat.
"Memang ada kaitan antara frekuensi berhubungan seksual dengan berat badan seseorang, tetapi pada arah yang berlawanan," ujar Brody.
Brody sebelumnya menggelar riset pada 120 pria dan wanita sehat. Ia menemukan bahwa mereka yang sering ngeseks seringkali lebih lansing dibanding yang jarang.
Dalam pandangan Brody, sungguh tidak tepat untuk membandingkan kondisi medis seperti hiperprolaktinaemia dengan meningkatnya hormon secara normal dalam jangka pendek.
"Sebagai analogi, ketika Anda berolahraga, rata-rata detak jantung Anda akan meningkat katakanlah 140 bit per menit. Ini baik. Jika rata-rata jantung Anda saat istirahat sudah mencapai 140 bpm, itu tampaknya bukan hal yang baik. Demikian pula, berbicara tentang olahraga, jangan lupakan nilai olahraga dari sebuah aktivitas hubungan seks," ujarnya
Jadi, apakah seks memang dapat dijadikan cara aman untuk menurunkan berat badan seperti yang diklaim sebagian orang? Atau terlalu sering melakukannya justru akan membuat kadar prolaktin tetap tinggi sehingga akan menambah berat badan? Kita tunggu saja hasil penelitian-penelitian lainnya. Media Minangkabau